foto dari internet |
Kabar terkini, harga minyak dunia naik di tengah berita jatuhnya persediaan minyak mentah di Amerika Serikat dan karena investor mengikuti keuntungan di pasar saham. Demikian kata analis. Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari, bertambah 50 sen menjadi 101,09 dolar AS per barel. Minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Maret naik 52 sen menjadi 111,18 dolar dalam transaksi sore di London. Departemen Energi AS (DoE), Kamis (19/1) mengumumkan bahwa cadangan minyak mentah negara itu jatuh 3,4 juta barel dalam pekan yang berakhir 13 Januari. Itu mengalahkan ekspektasi pasar untuk kenaikan sebesar 2,4 juta barel, menurut analis yang disurvei oleh Dow Jones Newswires, dan menunjukkan penguatan permintaan di negara konsumen minyak terbesar di dunia. Namun, DoE juga mengatakan bahwa cadangan bensin (BBM) melonjak 3,7 juta barel pekan lalu. Distilasi, termasuk diesel dan bahan bakar pemanas, bertambah 400.000 barel.
Pemerintah mewaspadai potensi kembali membengkaknya realisasi anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) akibat kekhawatiran lonjakan harga minyak dunia. Antisipasi itu muncul setelah meningkatnya ketegangan di kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah yang merupakan negara penghasil minyak mentah dunia.
Salah satu langkah yang diambil pemerintah adalah dengan menyiapkan cadangan risiko fiskal. Selain itu, pemerintah juga berencana menggelar program pembatasan BBM bersubsidi, konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG), serta rencana finalisasi penyesuaian tarif listrik. Tahun ini pemerintah menetapkan kuota volume BBM bersubsidi sebanyak 37,5 juta kiloliter, sedikit berkurang dari alokasi 2011 sekitar 40 juta KL.
Rencana ini pun menuai protes dari berbagai kalangan masyarakat termasuk mahasiswa. Bahkan demo-demo masyarakat dan mahasiswa sudah mulai bergulir di beberapa daerah di Indonesia. Para demonstran menganggap bahwa rencana kenaikan harga BBM di awal tahun ini tidak tepat dan akan lebih menyengsarakan rakyat kecil.
Pertanyaan yang bisa dimunculkan dalam situasi ini adalah apakah masih ada “exit strategy” lainnya yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan APBN selain menaikkan harga BBM? Upaya mencari jalan lain ini mutlak dilakukan sebagai upaya strategis dan tepat untuk menyelamatkan keuangan Negara (APBN) dan sekaligus menyelamatkan nasib masyarakat yang sudah semakin menderita akibat terpaan krisis ekonomi.
Bukankah Bapak presiden dan wakil presiden kita (SBY-Boediono) telah berkomitmen untuk selalu mendahulukan kepentingan rakyat daripada kepentingan-kepentingan lainnya dan berjanji untuk menjadikan kenaikan harga atau pembatasan BBM sebagai alternative terakhir”?. Lalu siapa lagi yang akan peduli kepada rakyat miskin yang tak berdaya ini jika bukan pemerintah yang memiliki super power dalam menentukan kebijakan. Disinilah keberpihakan kepada rakyat akan terlihat jelas dan dipertaruhkan.
Angka Kemiskinan dan Pengangguran
Dampak kenaikan harga BBM ini secara nyata akan membebani masyarakat terutama kaum miskin dan pengangguran. Berdasarkan data BPS, dari total penduduk Indonesia sebesar 227 juta jiwa, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) atau jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 29,89 juta orang (12,36%) hingga September 2011. Angka itu memang turun 130 ribu orang (0,13%) dibandingkan Maret 2011 yang sebesar 30,02 juta orang (12,49%).Pemerintah mempunyai ‘Pekerjaan Rumah’ (PR) krusial yang harus cepat dituntaskan ditengah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat. PR itu adalah penduduk miskin yang jumlahnya masih jutaan orang.
Penulis menilai, menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada tahun ini lebih realistis dibandingkan dengan menerapkan kebijakan pembatasan BBM yang lebih rumit. Selain rumit kebijakan pembatasan BBM juga memiliki risiko tinggi untuk diselewengkan, menanggapi kebijakan pembatasan BBM. Betapa sulitnya mengawasi distribusi BBM bersubsidi bila pada barang sama ada disparitas harga yang begitu lebar. Kondisi ini akan mendorong sejumlah orang untuk mencari keuntungan dengan cara illegal.
Bila harga premium bersubsidi dipertahankan Rp 4.500/liter untuk sepeda motor dan angkutan umum, sementara mobil pribadi dikenai harga premium tanpa subsidi maka selisih harga ini akan jadi peluang besar bagi para spekulan yang ingin mengeruk keuntungan secara ilegal. Penulis yakin, spekulan akan memborong premium dengan harga Rp4.500 di SPBU kemudian menjual eceran, misalnya, dengan harga Rp 6.000/liter kepada pemilik mobil pelat hitam.
Pemilik mobil tentu memilih beli BBM di pinggiran jalan dengan harga Rp6.000/liter ketimbang mengisi BBM di SPBU yang harganya lebih mahal. Kenaikan harga BBM jenis premium Rp 6.000/liter di tingkat konsumen masih bisa diterima, sebab harga BBM bersubsidi sebesar ini sudah bertahan bertahun-tahun. Masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor juga menikmati pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir ini. Kenaikan harga BBM, pasti akan menekan beban subsidi BBM hingga puluhan triliun rupiah.
Akibat Kenaikan atau pembatasan BBM
Kenaikan harga BBM sebesar 100 persen ini akan sangat memberatkan sebagian masyarakat, termasuk pengusaha-pengusaha kecil pengguna kendaraan plat hitam, sehingga dampak negatif secara ekonomi sangat luas. Karena itu, kebijakan pemerintah ini perlu dipertanyakan dan diuji. Yang pasti, kenaikan dan pembatasan BBM akan semakin menambah beban masyarakat yang sampai saat ini masih juga menanggung beban krisis ekonomi. Kenaikan ini akan mengakibatkan efek domino di masyarakat, baik secara ekonomi maupun sosial-politik. Secara ekonomi, kenaikan tersebut akan mengakibatkan kenaikan harga-harga dan barang jasa (inflasi), bahkan kenaikan tersebut bisa tak terkendali menyusul kenaikan atau pembatasan BBM itu. Kenaikan laju inflasi itu akan tercermin dari naiknya harga sejumlah komponen kebutuhan pokok masyarakat, berupa barang dan jasa. Secara sosial-politik kebijakan menaikkan harga ketiga komponen tersebut juga akan menimbulkan kerawanan sosial di masyarakat. Di tengah kehidupan sosial-ekonomi yang semakin terhimpit krisis, kebutuhan hidup semakin melambung, sementara daya beli masyarakat semakin rendah, bukan tidak mungkin masyarakat akan menunjukkan penolakan secara lebih luas dan intensif. Unjuk rasa terus-menerus akan sangat potensial menimbulkan ketidakstabilan sosial-ekonomi dan keamanan.
Tawaran Alternatif
Sebelum pemerintah menaikkan harga atau pembatasan BBM ada beberapa hal yang harus dipikirkan secara matang. Pertama, mengkaji ulang tentang alasan-alasan mendasar kenaikan harga BBM. Termasuk di dalamnya perhitungan berapa besar angka kenaikkan harga BBM yang lebih pas sesuai dengan kondisi masyarakat sekarang ini. Kedua, melakukan kajian mendalam terhadap penyaluran hasil pengurangan subsidi BBM. Distribusi konpensasi yang diberikan benar-benar dirancang dengan tepat sasaran dan mengindari penyelewengan. Ketiga, menjaga agar dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan harga atau pembatasan BBM tidak sampai meluas jauh. Sehingga beban masyarakat tidak terlalu berat. Keempat, menjamin tersedianya kebutuhan BBM di masyarakat, termasuk dengan menindak segala pelaku penyelundupan BBM. Bila keempat hal itu dilakukan, tampaknya dampak kebijakan terkait BBM bisa diminimalisir di tingkat titik terendah.
Hal lain yang bisa dijadikan alternative pemecahannya adalah dengan melakukan efisiensi anggaran di seluruh departemen dan lembaga Negara lainnya. Atau juga dengan meningkatkan pendapatan pajak Negara dari berbagai sumber serta langkah-langkah strategis lainnya yang masih bisa diupayakan. Secara teoritas opsi-opsi diatas sangat possible dilakukan oleh pemerintah, tentunya dengan kerja keras. Harus diakui, kebijakan menaikkan harga atau pembatasan BBM merupakan dilema dan keputusan yang berat dan berisiko bagi pemerintah. Di satu sisi, bahwa kebijakan menaikkan BBM atau pencabutan subsidi BBM harus dilakukan dan sulit dihindarkan dalam rangka penyesuaian atau revisi anggaran APBN tahun ini, tapi di sisi lain masyarakat saat ini masih ditimpa kesusahan hidup akibat krisis ekonomi yang belum juga membaik. Sehingga, masyarakat menilai momentum kenaikan harga atau pembatasan BBM tersebut kurang tepat. Bagi pemerintah pun, mengulur atau menunda waktu kenaikan harga atau pembatasan BBM berarti menambah beban pemerintah yang semakin besar.
Jika pun pemerintah benar-benar menaikkan harga BBM ini maka, persoalannya sekarang adalah bagaimana pemerintah melakukan langkah-langkah untuk mengimbangi kenaikan harga BBM akibat pencabutan subsidi tersebut. Kita berpendapat, bila harga BBM naik, maka pelayanan kepada masyarakat harus ditingkatkan. Atau lebih dari itu, pemerintahan dituntut untuk menaikkan tingkat pendapatan masyarakat. Misalnya, dengan membuka lapangan kerja baru atau menaikkan upah atau gaji.
Selain itu, untuk mengurangi beban golongan masyarakat kurang mampu akibat kenaikan atau pembatasan BBM, pemerintah diharapkan memberikan kompensasi yang diarahkan terutama pada program-program yang terkait langsung dengan kepentingan masyarakat miskin seperti insentif pertanian, beasiswa pendidikan, pelayanan kesehatan gratis, dan operasi pasar khusus beras untuk rakyat miskin. Besarnya kompensasi tersebut perlu dilakukan secara sistematis dengan anggaran memadai dan tepat sasaran. Pengalaman masa lalu memberikan pelajaran berharga bahwa beragam kebijakan pemerintah selalu diikuti penyimpangan dalam realisasinya. Ini point paling krusial karena menyangkut nasib warga miskin yang benar-benar tak berdaya lagi.
Penulis berharap, opsi kenaikan harga atau pembatasan BBM benar-benar menjadi opsi terakhir dalam menyelamatkan APBN ataupun jika terpaksa kepentingan masyarakat dan negara dapat dikompromikan dengan seadil-adilnya. Jelasnya kepentingan masyarakat jangan sampai dikorbankan. Amien
Eko Supriatno, S.IP, M.Pd.
Dosen Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Mathla’ul Anwar Banten, Direktur Banten Religion and Culture Center (BRCR).
0 komentar:
Posting Komentar