Kamis, 26 Januari 2012

merevitalisasi kebudayaan

PANCOER.COM-Kalau ditelesuri,  budaya bangsa kita banyak mengan­dung nilai keunggulan.Dalam masyarakat Sunda, ada slogan: silih asih, silih asah, dan silih asuh .Dalam masyarakat Jawa, ada pepatah: akur sedulur, adil lan makmur.Slogan itu mengajak unsur-unsur bangsa ini untuk saling berkasih sayang, saling mengasah kemampuan, saling membim­bing,menciptakan kerukunan,keadilan, kesejahateraan,dll.

Masyarakat Indonesia dulu dikenal sebagai masyarakat yang gotong- royong dan ramah-tamah. Dalam masyarakat ter­jalin hubungan saling menolong, sa­ling menghargai, dan saling menghormati. Anak-anak menghormati orang tua, yang tua menyayangi yang muda.Dalam hubungan antartetangga tidak disekat-sekat  dengan tembok dan pagar yang tinggi sehingga tidak ada jurang pemisah dalam masyarakata. Kalau ada masalah, masalah itu dibicarakan dan dipecahkan secara kekeluargaan. Namun, karena berbagai hal,  terjadilah perubahan pada kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.Karena sikap egois , hedonis,dan individulis , jurang pemisah antarsebagian anggota bangsa ini mulai menganga. Secara kuantitas kita  sebagai bangsa yang  jumlah penduduknya  banyak dan sumber daya alam­nya melimpah , tetapi dari ber­bagai bidang,  kita masih kalah bersaing dengan bangsa-bangsa lain . Jangankan dengan bangsa Amerika atau Eropa, dengan sesama  bangsa anggota Asean pun kita tertinggal. Di satu sisi sebagian masyarakat kita masih sederhana, rendah diri, dan feodal, di sisi lain kemajuan  teknologi  dan globalisasi tak dapat dihindari. 
Kemajuan teknologi dan glo­ba­lisasi berpengaruh dalam kehidupan manusia, termasuk dalam kehidupan berbangsa.Di satu sisi, kedua hal tersebut  membawa kemajuan dengan terbukanya akses informasi  dan mobilisasi  secara luas dan cepat, di sisi lain kalau kurang-kurangnya kesiapan mental atau intelektual dalam meng­hadapi­nya, pengaruhnya  dapat membawa petaka bagi suatu bangsa. Karena tidak kokohnya kepribadian , suatu bangsa da­pat terbawa arus yang meru­gikan bangsa itu sendiri. Se­ha­rusnya  dapat mandiri atau sejajar dengan bangsa lain, ka­rena tidak percaya diri,  se­bagian di antara kita  menjadi  pengekor atau dalam pengaruh budaya  bangsa lain. Kalau  de­ngan pengaruh itu   bangsa kita bisa  maju  dan mandiri, pe­ngaruh ini tidak masalah.  Akan tetapi, kalau pengaruh budaya bangsa lain itu ditelan mentah-mentah dan menyebabkan bangsa kita  menjadi keter­gantungan dengan bangsa lain perlu dipertimbangkan. Lebih baik menggali dan mem­prak­tikkan nilai-nilai kearifan yang terkandung dalam kebudayaan nusantara yang menjadi iden­titas bangsa.
Kegiatan-kegiatan kesenian, sosial, atau keagamaan yang dapat menjalin persaudaraan di masyarakat tampaknya kalah bersaing dengan kegiatan hura-hura bersama atau tawuran yang anarkis dan merusak fasilitas atau tatanan. Budaya bangsa yang diharapkan dapat menjaga keutuhan komunitas dan bangsa, tidak jarang ter­kalahkan oleh budaya invi­dualistis dan hedonis. Lunturnya kebanggaan terhadap budaya dan nasionalisme tercermin dengan beralihnya pola hidup sederhana kepada pola hidup glamor dan konsumtif, kurang­nya sebagian anggota bangsa untuk menggunakan produk dalam negeri, ditinggalkannya  kesenian yang mengandung dan mengajarkan kearifan,dll.
Padahal, Negara kita  berdiri karena para penadahulu kita  punya cita-cita luhur untuk merdeka yang merupakan  per­wujudan budaya. Dengan kemerdekaan itu,  bangsa ini di­harapkan  juga dapat me­ngem­­bangkan nilai-nilai budaya yang menjadi inspirasi bangsa ini dalam membentuk sebuah Negara. Sebagai Negara yang memiliki berbagai suku, bahasa, dan agama, tentu  setiap anak bangsa ini dapat  membangun tatanan kehidupan yang mem­bawa kemajuan dengan sema­ngat Bhineka Tunggal Ika.De­ngan  kearifan lokal, atau  nilai-nilai positif lainnya, bangsa dapat  bersama-sama mem­ba­ngun peradaban dan ke­ma­juan. Kesadaran akan pen­ting­nya melestarikan, menjaga, dan mempraktikkan nilai-nilai ke­unggulan yang  terkandung dalam kebudayaan  bangsa ini diharap­kan mengembalikan bangsa ini kepada jati dirinya.Menurut, Ruth Benedith, budaya inilah sebagai pola pikir dan perbuatan yang terlihat dalam kehidupan manusia yang mem­bedakannya dengan kelompok lain.

Fungsi Kebudayaan
Dalam kehidupan bermasya­rakat, kebudayaan berfungsi melindungi masyarakat ter­hadap gangguan lingkungan sekitar.  Budaya berfungsi me­muaskan  suatu rangkaian hasrat atau naluri akan kebutuhan hid­up. Menurut Dr. Nandang  Fatu­rrohman, M.Pd. , setidaknya kebudayaan memiliki  fungsi-fungsi sebagai berikut.                                                                                                                                       
1. Agama sangat dibutuhkan manusia terutama untuk men­jawab ketidakberdayaan ma­nu­sia dalam menghadapi ber­bagai masalah kehidupan yang sulit dicerna akal.Agama me­nga­tur kehidupan manusia berhubungan dengan Tuhannya.                                                                                                                 2. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga dapat ber­tahan hidup, semakin maju, semakin indah,dll, manusia menciptakan dan mengem­bangkan peralatan. 
3. Kegiatan ekonomi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan produksi, distribusi, dan konsumsi.
4.Sistem sosial  terbentuk untuk mengatur  hubungan antar­anggota untuk menciptakan ketertiban dan keharmonisan hidup dalam kelompok atau masyarakat.                                                                      
5. Walaupun dapat dikuasai dengan pemerolehan, bahasa  digunakan manusia untuk berkomunikasi baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat.                                                                                                               
6. Kesenian dalam kehidupan manusia berfungsi untuk rek­reasi dan mengapresiasi pe­rasaan (jiwa seni) manusia. Kalau tidak sebagai penikmat, manusia bisa sebagai penikmat.                                              7. Ilmu pengetahuan berfungsi mengembangkan intelektual dan keterampilan manusia yang dapat digunakan manusia dalam meningkatkan kualitas hidup dan memecahkan masalah hidup (dalam Perkuliahan S-2 Untirta).
Untuk menjadi bangsa yang bermartabat dan mandiri, kita harus berusaha memiliki dan menjaga  identitas kita .Identitas itu tercermin dalam kebudayaan nasional. Dalam hal ini, pen­didikan merupakan salah satu usaha peningkatan dan peme­liharaan budaya nasional,  yang  merupakan puncak-puncak dan sari-sari kebudayaan dari berbagai ragam budaya dari seluruh bangsa Indonesia. 

Revitalisasi
Merevitalisasi budaya kita de­ngan mengevaluasi apa yang te­lah kita lakukan dan mencari akar permasalahannya mengapa bangsa kita tidak percaya diri manakala mau melangkah maju dan mengapa kebudayaan kita tidak berfungsi sebagaimana mestinya pun perlu kita lakukan.Menurut Mudji Sutrisno, kita butuh member lagi napas hidup yang segar agar potensi-potensi kreatif bangsa untuk merajut cita-cita para pendiri bangsa bisa berkembang, yaitu ma­sya­rakat yang beradab, maje­muk, terbuka, dan manu­siawi maju (tanpa tahun: 252). Untuk itu , kita perlu mengambil lang­kah-langkah tertentu.
Pertama, kita perlu kembali me­rumuskan kebudayaan se­hingga konsepnya dan arahnya jelas. Walaupun bentuknya tidak persis sama dengan ben­tuk-bentuk yang dihasilkan oleh nenek moyang  atau pendahulu kita, tetapi substansinya masih relevan dengan kekinian.Kalau dalam diri bangsa ini ada ke­biasaan-kebiasaan yang meng­hambat kemajuan, bangsa ini perlu juga mengubahnya. Men­tal menerabas,feodal santai, nongkrong, dan menghabiskan waktu untuk hura-hura perlu diubah dengan jujur, kerja keras, demokratis, membaca, dan memanfaatkan waktu secara efisien dan efektif. 
Kedua, perlu perlindungan dan pelestarian produk-produk budaya yang dianggap masih bermanfaat dan bernilai. Ini bukan berarti kita menutup diri dengan budaya-budaya lain. Dalam bahasa Mudji Sutrisno , sekarang ini identitas kita  sebagai manusia sedang gencar-gencarnya dikepung dan dibombardir oleh produk-produk kapitalisme berskala global yang dianyam dari ideo­logi pemujaan pasar dan politik budaya (tanpa tahun: xiv),  tetapi hendaknya dengan nilai-nilai budaya yang kita miliki, hen­daknya kita  dapat menyaring atau mengimbangi politik bu­daya itu agar kita tidak kehi­langan jati diri. Tampaknya nilai  gotong royong, cinta akan alam, dan kesederhanaan dapat di­kem­bangkan di masyarakat untuk mengimbangi pola hidup individualis, acuh tak acuh, dan mewah, yang kalau pola hidup itu dibiarkan, dapat menim­bulkan kecemburuan, ketidak­hamrmonisan, dan berbagai ketimpangan.
Ketiga, perlunya dialog antar­budaya  agar  masyarakat yang berbeda budaya dapat saling memahami, saling berbagi, saling melengkapi, bahkan sa­ling bekerja sama dalam me­majukan bangsa dan menjalin dan menjaga kesatuan bangsa. Karena perbedaan budaya dan, tidak jarang sering terjadi sekat-sekat, kesalahpahaman dan perselisihan.  Untuk mencairkan sekat-sekat, mengu­rangi ke­salah­pahaman, dan meng­hindari perselisihan, komunikasi antarbudaya perlu digalakkan.
Keempat,kita perlu memberi  apresiasi kepada orang atau komunitas yang komitmen dalam melestarikan, melin­dungi, bahkan mengembangkan produk budaya yang relevan dengan zamannya. Apresiasi dari masyarakat dan pemimpin terhadap usaha ini diharapkan dapat mengembalikan bangsa ini kepada akar budaya dan bangga dengan kebudayaan yang dimiliki bangsa ini.Mencintai produk dalam negeri  merupakan apresiasi terhadap  kreativitas bangsa. Kecintaan terhadap produk dan kreasi bangsa sendiri membawa kemandirian suatu bangsa. Lomba memasak rendang  yang diikuti ribuan wanita Padang yang didukung oleh pejabat setempat perlu diikuti dalam bidang lain. Dalam catatan ahli kuliner, rendang  merupakan salah satu makanan pavorit di dunia.Inovasi dan kreasi anak-anak Indoensia mulai muncul, tetapi hanya baru segelintir tokoh yang mau mendukung. Sebagian elite politik malah menghamburkan uang Negara dengan mengonsumsi produk luar negeri untuk memanjakan dirinya.
Kelima, kita perlu  menjalankan fungsi-fungsi kebudayaan secara proporsional dalam batas-batas tertentu.Memang setiap warga Negara diberi hak atau kebe­basan untuk berpendapat, mengembangkan diri, termasuk menjalankan fungsi-fungsi kebudayaan. Namun, dalam menjalankan fungsi-fungsi kebudayaan itu harus pula mempertimbangkan hak orang lain agar ketika menjalankan  fungsi-fungsi kebudayaan tidak melanggar hak orang lain.Dalam kebudayaan ada inspirasi, motivasi dan  kearifan. Bisakah kita  menjadikan inspirasi, moti­vasi, dan kearifan itu untuk ber­sama-sama membangun peradaban dan kemajuan bang­sa ini dan menjadi bangsa yang bermartabat? Itu semua ter­gantung kemauan kita.  




Nurkholik
Dosen STKIP Setia Budhi Rangkasbitung

0 komentar:

Posting Komentar

 
bocahpancoer - amirhamzah - bahrulhaer - tajularifin,